Tan A Hak, Tan A Ni, dan Tan Kau Pue: Tritunggal Misonaris dari Tiongkok Penyebar Katolik di Bumi Kayong
Kunjungan para pater Ordo Kapusin dari Pontianak ke Tanah Kayong dan warga Tiongkok pewarta. |
Jas Merah adalah kependekan dari "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!"
Suatu istilah yang diperkenalkan oleh presiden Soekarno dalam pidatonya yang terakhir yakni pada 17 Agustus 1966. Sebab pidato kenegaraan tahun berikutnya, 1967, Bung Karno bukan lagi presiden Republik Indonesia.
Sejarah adalah kunci masuk masa kini dan masa depan. Ibaratkan dengan rumah. Untuk masuk ke dalamnya, kita memerlukan kunci. Maka ke mana pergi, di mana berada, kita senantiasa membawa kunci: untuk masuk dan keluar.
3 orang warga Tiongkok pewarta dan misionaris Katolik di bumi Kayong, yakni: Tan A Hak, Tan A Ni, dan Tan Kau Pue. Tan A Hak yang paling gemar dan bersemangat tourne ke kampung-kampung.
Di tanah Kayong (bumi Ketapang) kunci itu adalah sejarah. Baik berupa artefak, peristiwa, dokumen, gambar, rekaman, maupun tinggalan berupa inskripsi.
Baca Mustike Indah Jaye Sempurne : Peringatan Di Muka Istana Kerajaan Matan
Beryukur pada tahun 2004, panitia memperingati 50 Tahun Gereja Lokal Ketapang dan 25 tahun uskup Ketapang waktu itu (Mgr. Bl. Pujaraharja, Pr.) menggali dari dalam perut bumi Kayong secuil sejarah. Terutama terkait bagaimana gereja Katolik hadir, ekis, tumbuh, dan berkembang di bumi Kayong.
Diketahui bahwa penyebar agama dan iman Katolik di bumi Kayong adalah orang Tionghoa yang langsung berasal dari Tiongkok. Mereka meninggalkan negeri tirai bambu setelah melewati medan yang ganas dan tidak mudah. Merantau ke tanah Kayong melalui Singapura, Penang, dan Pontianak. Lalu menetap di Tanah Kayong, sembari berdagang dan berusaha. Pendaratan orang Cina dari Tiongkok ke tanah Kayong ini tercatat terjadi pada tahun 1910.
Siapa mereka?
Ada 3 orang warga Tiongkok, pewarta, dan misionaris Katolik di bumi Kayong, yakni: Tan A Hak, Tan A Ni, dan Tan Kau Pue. Dikisahkan bahwa dari ketiga penyebar agama dan iman Katolik di tanah Kayong ini, disebutkan Tan A Hak yang paling gemar dan paling bersemangat tourne ke kampung-kampung. Mendaki bukit, menuruni lembah, dan mengarungi sungai yang tidak mudah ketika itu.
Keberadaan serta kiprah keluarga Tionghoa di dalam menggereja ini, menarik perhatian prefek (wakil Vatikan di Tanah Misi) Apostolik Borneo Barat ketika itu, yakni Mgr. Pacifikus Bos yang berkedudukan di Pontianak.
Pada tahun 1911, jadi 6 tahun setelah Ordo Kapusin (OFM Cap) secara resmi memegang misi Katolik di Borneo Barat, Mgr. Pacifikus Bos berkunjung ke Ketapang. Pada waktu ini, Ketapang merupakan wilayah Prefektur Apostolik Pontianak.
Mgr. Pacifikus Bos, Prefek Apostolik Borneo Olandese. |
Setelah kunjungan pastoral pertama yang menentukan oleh Mgr. Pacifikus Bos maka para pastor Ordo Kapusin dari Pontianak rutin tourne ke bumi Kayong. Tercatat mereka adalah pater Salvator dan pater Marcellus. *)
Baca Pati, Atau Patih Kerajaan Ulu Aik Dalam Naskah Zaman Kolonial Belanda