Batu Bertulis Nanga Mahap, Sekadau
|
ARKEOLOG,
peneliti, dan penulis “dari dalam Dayak” yang bilangannya masih berbilang jari
sebelah tangan adalah salah satu faktor. Sedemikian rupa, sehingga menyebabkan etnis dengan populasi
sedunia sekitar 8 juta itu, kurang greget dalam menelurkan publikasinya.
Zaman now, publikasi bukan sekadar untaian kata-kata. Melainkan juga suatu wacana panjang yang disajikan secara akademik. Artinya, proses dan cara kerjanya haruslah sesuai dengan standar dan kaidah-kaidah-kaidah akademik.
Publikasi itu, idealnya berasal dari hasil penelitian yang sistematis, metodis, koheren, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dayak adalah penghuni bumi Borneo sejak semula jadi. Bukti-bukti arkeologi, keramikologi, dan artefak mengarah ke pengakuan itu!
Uji karbon (C-5) seperti hasil di Gua Niah, Miri, yang diketahui telah ada
manusia penghuni bumi Borneo 40.000 tahun silam, sangat meyakinkan. Namun, pola
semacam itu hanya bisa dilakukan jika ada dana dan sponsor.
Baca Deglasiasi Menjadi Varuna-Dvipa, Borneo, Kalimantan
“2.000 ringgit per item,” terang Dr. Nicholas dari Unimas, Sarawak, Malaysia.
Toh demikian,
tak menciutkan nyali para peneliti “dari dalam Dayak” untuk mencari tahu asal
mula sejarah dan identitasnya.
Cendikiawan Dayak cirinya: meneliti dan publikasi tiada henti
Albertus Imas, M.A. salah seorang yang getol
meneliti artefak dan peninggalan sejarah Dayak di masa lampau.
Ia pun terjun
langsung ke lokus bersejarah di Kalimantan Barat. Dan menemukan kenyataan ini,
“Kita, Dayak,
penghuni bumi Borneo sejak semula jadi. Bukti-bukti arkeologi, keramikologi,
dan artefak mengarah ke pengakuan itu!”
Albertus
meyakini, atas hasil penyelidikannya, pengaruh Hindu-Budha telah masuk ke
wilayah lain Borneo selain wilayah Kalimantan Timur.
Baca Pati, Atau Patih Kerajaan Ulu Aik Dalam Naskah Zaman Kolonial Belanda
Ditemukan peninggalan batu pahat pada zaman ini di Kampung Pakit, Kecamatan
Nanga Mahap, Kabupaten Sanggau (saat penelitian), ditengarai sebagai tulisan
dengan aksara Pallawa Cautha.
Penyelidikan ini harus dilanjutkan, sebab ditengarai ada kaitannya dengan batu
bersurat yang mirip dengan yang ditemukan di Sei Begawan, Sarawak, Malaysia.
sebuah situs yang dikenal dengan prasasti “Batu Bertulis”.
Kini situs Baru Bertulis berada di Dusun
Pait, desa Sebabas, Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, Indonesia.
Batu Bertulis dipahat para pendeta Budha
"Diyakini bahwa batu bertulis ini dipahat atau dibikin oleh para pendeta Budha. Duplikatnya kini berada di Museum Provinsi Kalimantan Barat," demikian staf pengajar Universitas St. Agustinus yang bermarkas di Nbabang, Kalimantan Barat itu menyatakan berdasar kepada hasil temuan dan amatannya di lokus situs bersejarah.“Dengan ditemukannya Batu Bertulis di ranah Dayak ini membuktikan bahwa zaman
dahulu kala, suku bangsa Dayak difeudatori atau setidak-tidaknya dimasuki,
pengaruh luar,” imbuhnya pula.
Sejarah yang ditulis “dari dalam” saatnya dimulai. Putra-putri terbaik Dayak dipanggil untuk riset, menulis, dan publikasi nilai sejarah, adat, dan tradisi
setempat.
Toh Albertus,
pada sela-sela kesibukannya tetap meneliti dan menulis. Itu sudah jadi aanleg dan
panggilan tugasnya. Sama seperti seniornya, Masri Rangkaya Bada Deraman,
Albertus ingin, "Kita yang dikutip, bukan kita yang mengutip."
Albertus Imas: Dayak wajib meneliti dan publikasi. |
Sayang sekali!! Pada ketika ini
pamornya kian redup, seiring minimnya para penulis dan peneliti andal.
Tapi syukur alhamdulillah! Puji Tuhan! Esa hilang, dasa terbilang. Kini bermunculan para peneliti dan penulis andal Dayak yang mandiri
dan subur publikasi.
Dayak menulis dari dalam!
-- Rangkaya Bada