Namsi: Dayak yang Masuk Ring 1 Ibu Kota Negara (IKN)
PATIH JAGA PATI : Namsi nama pangilannya. Andersius adalah nama baptis pria dengan raut wajah tegas dan sorot mata tajam ini.
Pada ketika ini, Namsi menjadi sorotan perbincangan karena menjadi
salah satu dari sedikit populasi Dayak dari total 8 juta orang yang direkrut
untuk bergabung dalam "Ring 1" IKN setelah berjuang dengan usaha yang
luar biasa.
Kehadiran Namsi dalam "Ring 1" IKN membuktikan
sebuah aksioma bahwa kekuasaan tidaklah diberikan begitu saja, melainkan harus
diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Walaupun Namsi tidak menduduki posisi puncak di Ibu Kota
Nusantara (IKN), kehadirannya bisa dianggap sebagai sebuah bentuk "hadiah
hiburan" dan setidaknya membuka jalan bagi orang-orang Dayak berikutnya
untuk ikut serta. Jika pintu tersebut tidak terbuka sama sekali, mereka hanya
bisa menyaksikan dari luar.
Namsi kini telah bekerja. Ia orang dalam Dayak di jajaran petinggi birokrasi IKN. Ia tahu apa yang harus dilakukan.
Orang Dayak telah mengingatkan untuk tidak merasa rendah
diri, tetapi bangkit dan memiliki keyakinan positif tentang identitas mereka.
Namsi meyakini bahwa pandangan yang membatasi diri inilah yang sebenarnya
menghalangi kemajuan mereka, bukan identitas Dayak itu sendiri.
Namsi lahir dari keluarga sederhana Dayak di daerah yang
disebut "La La," yang berasal dari dialek Cina setempat yang berarti
"jauh" atau "pedesaan." Namsi tumbuh dalam lingkungan yang
keras, bekerja membantu orang tuanya menyadap karet sambil menempuh pendidikan
dasar dan menengah di kampungnya.
Ketika berada di kota Amoi, pandangan Namsi berubah dan ia
bertekad mengubah pandangan negatif tentang Dayak menjadi berkat. Ia menyadari
bahwa label "Dayak" diciptakan oleh kolonial Belanda untuk membedakan
penduduk asli Borneo dari pendatang, dan hal ini menjadi semacam pemilahan dan
stigma pada masa lalu.
Baca Presiden Dayak
Namsi sebagai akademisi dan pendeta banyak berkontribusi
dalam menyuarakan keberagaman suku dan bahasa Dayak sebagai berkat dan anugerah
dari Tuhan. Ia percaya bahwa masyarakat Dayak dapat menjadi suku bangsa yang
kuat dan bermartabat secara nasional maupun internasional dengan mengubah pola
pandang mereka.
Selain kegiatan akademis dan kependetaannya, Namsi juga
aktif dalam organisasi sosial, seperti Forum Dayak Kalbar Jakarta (FDKJ), yang
berfokus pada kemanusiaan, pendidikan, dan upaya menerjemahkan Alkitab ke dalam
bahasa-bahasa Dayak. Ia juga menjadi seorang penulis dengan karya-karya yang
berkontribusi bagi bangsa Indonesia.
Di tengah gelombang radikalisme yang mengancam bangsa, Namsi
terus mencari cara untuk keluar dari pusaran dan mencapai tujuan, seperti bahtera
Nuh dalam perjalanannya.
Namsi kini telah bekerja. Ia orang dalam Dayak di jajaran petinggi birokrasi IKN. Ia tahu apa yang harus dilakukan.
Motto hidupnya menjadi pelita yang membimbing setiap langkahnya: "Life is the grace of God. Struggling is the color of life." Baginya, hidup adalah anugerah Tuhan dan perjuangan adalah warna kehidupan.*)