Tenun Ikat Dayak
Tenun Ikat Dayak. Sebenarnya, banyak. Hanya saja, kurang promosi keluar.
Selama ini, seni Dayak belum menjadi komodifikasi budaya. Artinya, nilai luhur suatu karya seni Dayak, yang dari sisi artistik diakui, belum bisa menjadi entitas ekonomi yang bisa dijual.
Sedemikian rupa, sehingga belum bisa sepenuhnya seperti di Bali. Apa saja seni di Bali, bisa bernilai komoditas. Dan laku dijual baik sebagai souvenir, cindera mata, barang seni, dan buah tangan.
Tapi mungkin di ranah Dayak hal itu --komodifikasi seni budaya- segera menjadi. Agaknya, khususnya di Sekadau, Sintang, dan Kapuas Hulu; perlu ada orang atau suatu lembaga yang secara sengaja dan berkanjang mempromosikan hasil seni dan budaya Dayak.
Oleh karena memiliki berbagai entitas usaha, Gerakan Credit Union Keling Kumang (GCUKK), memiliki kesempatan mengenalkan dan menjual seni budaya Dayak. Ada kafe (Lupung), hotel (Ladja), Yayasan yang fokus pada pelstarian dan pengembangan hutan adat, dan ada pula mart.
Nah, di sana, dan lewat gerakan dan gerai umum itu; dipamerkan dan diperkenalkan berbagai seni, adat, dan kebudayaan Dayak. Salah satu di antaranya adalah kain tenun Dayak, khas Iban.
Contoh dan narasi kain tenun ikat dipajang dan dipamerkan di lobi hotel Ladja di Sintang dan di resto dan kafe Taman Kelempiau, Tapang Sambas, Kalimantan Barat.
Lewat usaha promosi seni budaya ini, Dayak bukan hanya semakin dikenal baik dan hebatnya; melainkan juga ada sisi ekonomi kreatif di balik suatu karya seni.
Hari ini, Dayak mesti menikmati sendiri hasil dari berbagai karya seninya. Termasuk dari motif dan menjual tenun ikat ini.
Sudahlah tentu, zaman now diperlukan kerja sama dan konektivitas di aras internasional. Jika Anda bertanya, "Mengapa GCUKK bisa masuk ranah antar-bangsa, dan produknya jadi unggulan?"
Hal itu karena kolaborasi. Perlu ada konektivitas dengan dunia internasional, antara lain kain tenun ikat ini kerja sama dengan Soldaridad. *)