Belajar Ilmu Padi dari Apai Janggut
Apai Janggut, alias Bandi Anak Ragae mengajarkan ilmu padi. Mogaby |
Baca Ayu Nike : Pramugari Dan Penari Dayak
Dalam kehidupan sehari-hari, Apai Janggut tidak pernah mengumbar pencapaiannya atau mencari pujian atas kekuatannya, walaupun ia memiliki potensi fisik yang luar biasa.
Lebih menarik lagi, ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai "kuat", tetapi reputasinya sebagai pribadi yang luar biasa telah menjadikannya contoh nyata kehebatan yang merendah.
Sikap dan tindakan Apai Janggut memberikan pesan yang mendalam: kita harus mengambil teladan dari karakter yang tumbuh dalam kerendahan hati. Kita dapat belajar dari filosofi "ilmu padi" yang dia terapkan. Seperti akar padi yang kokoh di dalam tanah, ia mengajarkan tentang kekuatan mendalam yang terpancar dari kesederhanaan.
Apai Janggut mengajarkan bahwa prestasi sesungguhnya dapat dicapai melalui tindakan nyata, tanpa perlu mencari sorotan atau menggembar-gemborkan keberhasilan. Pesan ini menjadi gambaran kuat akan bagaimana ketenangan dan kebijaksanaan bisa menginspirasi orang lain secara jauh lebih mendalam.
Dayak, kelompok etnis yang kaya akan kekayaan budaya dan nilai-nilai tradisional, dapat terbuka lebih dalam melalui pendekatan yang kuat. Pendekatan ini memberikan wadah bagi kebaikan, kebajikan, dan kebijaksanaan mereka untuk bersinar terang dalam konteks yang lebih luas.
Dalam perjalanan menuju pengakuan internasional, seorang tokoh Dayak yang mencuri perhatian adalah Apai Janggut. Berasal dari kawasan Sungai Utik di Kapuas Hulu, dia telah menjelma menjadi sosok yang patut diteladani.
Menariknya, Apai Janggut tak pernah mencari popularitas sebagai seorang "pendekar", melainkan melalui aksi-aksi tanpa hiruk-pikuk yang dikerjakannya, keunggulan dan pengabdian dirinya dikenal di panggung dunia.
Prestasi Apai Janggut adalah contoh hidup tentang bagaimana kerja tanpa gembar-gembor dapat menciptakan dampak besar. Ia telah membuktikan bahwa tindakan diam bisa lebih menggema daripada suara keras, dan kesederhanaan bisa memancarkan kebesaran.
Keberhasilan Bandi Anak Ragae, yang mengungguli 143 peserta dari 40 negara, mengirimkan pesan inspiratif tentang bagaimana kesederhanaan dan kerja keras bisa menginspirasi banyak orang.
Bandi Anak Ragae, yang juga dikenal sebagai Apai Janggut, kembali menorehkan prestasi luar biasa di Sungai Utik, Kapuas Hulu. Tidak hanya sekadar mencuri perhatian, ia berhasil membangkitkan semangat para pejuang lingkungan dan memikat hati para penggiat pelestarian alam.
Penghargaan Kemanusiaan Gulbenkian, yang dihargai dengan satu juta euro, menjadi bentuk pengakuan atas sumbangsih Apai Janggut dalam melindungi iklim global dan mendorong kesejahteraan manusia di seluruh dunia. Ini adalah penghormatan yang tak ternilai dan suatu cara bagi dunia untuk memberikan penghargaan terhadap dedikasi yang menginspirasi.
Baca Tato Apai Janggut Dan Panglima Jilah
Selain Apai Janggut penerima penghargaan adalah Cécile Bibiane Ndjebet, aktivis dan ahli agronomi dari Kamerun. Juga pegiat lingkungan Brasil Lélia Wanick Salgado. Penghargaan diterimakan pada saat upacara di Yayasan Gulbenkian di Lisbon, Rabu, 19 Juli 2023.
Penerimaan penghargaan ini tidak hanya mengenai individu, tetapi juga memberi legitimasi dan dukungan terhadap peran dan kepemimpinan Apai Janggut dalam perjuangan lingkungan global. Ia adalah contoh nyata bahwa dengan tekad dan usaha, seseorang bisa menjadi agen perubahan yang mengubah dunia.
Keberhasilan Bandi Anak Ragae, yang mengungguli 143 peserta dari 40 negara, mengirimkan pesan inspiratif tentang bagaimana kesederhanaan dan kerja keras bisa menginspirasi banyak orang. Apai Janggut adalah bukti hidup bahwa prestasi bisa diperoleh tanpa harus meributkan diri sendiri, dan semangatnya akan terus membara di hati banyak orang yang terinspirasi oleh perjuangannya.*)