Sumpah Patih Jaga Pati: 3 Daulat Dayak di Tanah Warisannya
Melalui tri-Sumpahnya, Patih berusaha untuk membawa kembali nilai-nilai dan praktik masa lalu, dengan harapan untuk mempertahankan identitas suku bangsa Dayak di tengah perubahan zaman.
Dalam konteks ini, kita akan menjelajahi tiga sumpah yang diucapkan oleh Patih Jaga Pati, Raden Cendaga Alexander Wilyo, yang menjadi tonggak penting dalam sejarah Kalimantan, khususnya di wilayah kerajaan Ulu Aik.
- Daulat Budaya: Sumpah pertama yang diucapkan oleh Patih Jaga Pati menegaskan tekadnya untuk melindungi dan memelihara kedaulatan budaya suku bangsa Dayak. Budaya bukan hanya suatu kumpulan praktik dan tradisi, tetapi juga cerminan dari identitas suatu masyarakat.Dalam sumpah ini, Patih menggarisbawahi pentingnya merawat adat dan budaya Dayak yang telah melampaui batasan waktu. Adat istiadat, bahasa, seni, dan ritual menjadi pilar-pilar yang menjaga keutuhan suku Dayak dan membentuk pondasi kuat bagi kelanjutan identitas mereka di tengah arus modernisasi.
- Daulat dalam Ekonomi: Sumpah kedua Patih Jaga Pati menyoroti pentingnya kedaulatan ekonomi bagi suku Dayak. Ekonomi bukan hanya tentang uang dan sumber daya, tetapi juga tentang keberlanjutan komunitas. Dalam sumpah ini, Patih berjanji untuk melindungi hak-hak ekonomi suku Dayak, memastikan bahwa mereka memiliki akses dan kendali atas sumber daya alam yang menjadi bagian integral dari kehidupan dan budaya mereka. Ini bukan hanya tentang mempertahankan mata pencaharian tradisional, tetapi juga tentang membangun ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di era modern.
- Daulat dalam Politik: Sumpah ketiga yang diucapkan oleh Patih Jaga Pati adalah tentang kedaulatan dalam politik. Kehadiran suara dan pengaruh politik di semua tingkatan penting bagi kelangsungan hidup dan pengakuan suku Dayak. Patih menyadari bahwa suku Dayak harus memiliki kontrol atas nasib politik mereka sendiri. Dalam sebuah masyarakat yang semakin terhubung dan kompleks, partisipasi politik suku Dayak menjadi kunci dalam memastikan bahwa aspirasi mereka diperhitungkan dan kepentingan mereka diakui.
Upacara pengucapan sumpah Patih Jaga Pati bukan hanya sebuah tindakan seremonial semata, tetapi juga mencerminkan semangat pelestarian identitas budaya penduduk asli bumi Borneo.
Meskipun mayoritas pesertanya adalah penganut agama Katolik, upacara tersebut menunjukkan semangat "inkulturasi". Yang menggabungkan nilai-nilai budaya lokal dengan keyakinan agama.
Ini adalah contoh konkret. Bagaimana suku Dayak menjaga kesinambungan budaya mereka dengan mengadaptasikannya ke dalam konteks modern.
Patih berusaha untuk membawa kembali nilai-nilai dan praktik masa lalu, dengan harapan untuk mempertahankan identitas suku bangsa Dayak di tengah perubahan zaman.
Baca Kerajaan Hulu Aik: Menjaga Warisan, Memelihara Tradisi
Sumpah Patih Jaga Pati ini
mencerminkan semangat Dayak untuk tetap kuat dalam menjaga dan memelihara warisan budaya mereka. Tetap tegar dan berkanjang di dalam menghadapi tantangan globalisasi dengan keyakinan bahwa
identitas mereka berharga dan tak ternilai.
Sumpah Patih Jaga
Pati bukan hanya sekadar janji. Lebih dari itu, sumpah ini adalah pijakan kuat yang mengikat tekad
suku Dayak untuk menjaga dan menghormati warisan budaya mereka.
Dengan fokus pada tri-kedaulatan budaya, ekonomi, dan politik, niscaya penduduk asli Borneo akan eksis selamanya.
Melalui upaya pelestarian dan adaptasi dalam era modern, suku Dayak memperlihatkan bagaimana mereka menjaga dan memelihara identitas.
Dan dengan bangga mengakuinya, sembari tetap membuka pintu keterbukaan terhadap unsur luar menuju masa depan
yang penuh harapan.