Berburu Gaharu Di Hutan Kalimantan : Damai Dalam Deru Dan Desiran Angin (Bagian 5 Dari 10 Tulisan)
Dahulu kala, gaharu di hutan Kalimantan tidak ada yang menanam. Tumbuh begitu saja secara alami sebagai kekayaan alam yang khas.
Siapa saja dahulu kala dapat memburu. Dan mengambil resin wangi dari pohon yang juga disebut “cendana”. Yang forma, atau ujud, wanginya terbentuk secara kumulatif akibat dari proses infeksi fungi entah secara alami mentah secara buatan.
Orang kampung mempercepat resin rangi gaharu dengan cara dicacah batangnya, atau disuntik.
Baca Berburu Gaharu Di Hutan Kalimantan (Bagian I Dari 10 Tulisan)
Menurut keterangan para pengrajin,
banyak jenis dan gaharu di Kalimantan dengan jenis dan kualitas masing-masing.
Yang digolongkan sebagai kualitas A adalah resin berwarna kehitaman.
Kami saat itu sedang berada di kota Pontianak, ibukota provinsi Kalimantan Barat. Menawarkan resin wangi gaharu yang telah kami cacah-cacah halus. Deal. Per kilo a rp10 juta.
Ada juga bagian resin yang berwarna kuning kemerahan (yellow red). Namun, dari sisi kualitas dianggap masih kurang dibandingkan dengan resin yang hitam.
Tentang kualitas gaharu ini, telah
ada Standar Nasional Indonesia (SNI)7631 tahun 2011.
Saat ini. Di pasaran kota Pontianak. Gaharu kualitas A dibeli
dengan harga a rp 10 juta. Sedangkan gaharu dengan kualitas rendah antara a rp 900.000-2
juta rupiah. Kadangkala, tidak mudah juga kita untuk menentukan kadar
kualitasnya. Penampung atau pembeli yang lebih banyak menentukan.
Baca Berburu Gaharu Di Hutan Kalimantan : Wilayah Adat Tempat Gaharu Melipatgandakan Cuan (Bagian 2 Dari 10 Tulisan)
Toh demikian, sebagai penjual kita
juga harus cerdik. Bisa tawar-menawar. Jika tidak pas di hati, kita pura-pura
pergi. "Bro, bro! Sini. Jadi mau gimana?"
"Ya, seperti harga tadi,"
kata adik saya.
Kami saat itu sedang berada di kota Pontianak, ibukota provinsi Kalimantan Barat. Menawarkan resin wangi gaharu yang telah kami
cacah-cacah halus. Deal. Per kilo a rp10 juta.
Baca artikel terkait Berburu Gaharu Di Hutan Kalimantan : "Kayu Surgawi" Tercatat Dalam Sutra Nirvana (Bagian 3 Dari 10 Tulisan)
Namun, setelah ditimbang-timbang, ada 9 ons.
"Satu ons untuk bansi. Karena cacahan resin wangi gaharu
broer masih basah," katanya.
Ya, sudahlah! Harga naik, tapi
bilangan timbangan dikurangi. Sampai sekarang, saya belum menemukan padanan
kata "bansi" dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa kami (Jangkang), berarti:
tidak dihitung, timbangan yang bikin berat aslinya berkurang, bansi itu sama
dengan --maaf- tai.
Saya yang biasa di kota memahami bahwa setiap mata-rantai produk harus mendapat manfaat.
Si penampung, pasti
akan menjualnya lagi. Entah berapa?
Saya pun tak bisa kalkulasi
untung-rugi. Dibilang rugi, gak ngrasa. Dibilang untung, ya juga untung. Sang
cendana selama 40 tahun tidak diapa-apain, kok. Dipiara juga nggak.
Baca Berburu Gaharu Di Hutan Kalimantan : Damai Dalam Deru Dan Desiran Angin (Bagian 4 Dari 10 Tulisan)
Saya hanya ngambil hasil dari menjual gaharu secukupnya. Sekadar untuk uang tiket ke Jakarta. Anggap saja menerima per-puluhannya.
Selebihnya? Hasil menjual gaharu itu untuk ayah. Yang sejak 16 Maret lalu, dalam usia 87 tahun, tidak bisa lagi secara fisik melihat hutan gaharu miliknya. (Masri Sareb Putra)