Lidya Natalia Sartono: Muda tak Jadi Hambatan
Lidya Natalia Sartono waktu sumpah jabatan. kredit foto: HiPontianak. |
PATIH JAGA PATI : Lidya Natalia Sartono contoh nyata. Muda adalah kekuatan. Ia yang merupakan anggota Partai NasDem, mencatat pencapaian baru dalam karier politiknya. Pada tanggal 30 Januari 2023, perempuan yang penuh semangat ini secara resmi dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Barat (Kalbar) di Ruang Balairungsari Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Pelantikan Lidya sebagai anggota DPRD Kalbar merupakan penggantian dari Terri Ibrahim, yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Komisi V DPRD Kalbar dari Fraksi Partai NasDem selama masa jabatan 2019-2024. Acara pelantikan ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, Harisson, serta Anggota DPR RI Dapil Kalbar I, Syarif Abdullah Alkadrie.
Lidya Natalia Sartono, seorang politikus dari Partai NasDem, mewakili Dapil 7 yang mencakup wilayah Sintang, Kapuas Hulu, dan Melawi. Di DPRD Kalbar, Lidya akan melaksanakan tugasnya di Komisi V yang berfokus pada sektor pendidikan.
Bekerja di Komisi V yang berfokus pada sektor pendidikan, iLidya Natalia Sartono tetap menunaikan cita-cita sebagai guru. Sebagai biarawati? Ia memang pernah mencita-citakan berkerudung putih, mengenakan salib suci yang tersemat di dada ke mana saja pergi. Tapi kini, mungkin saja, tapi.....
Lidya Natalia Sartono lahir pada tanggal 13 November 1988 di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Pendidikannya dimulai dari SD Negeri 18 Melawi dan SMP Negeri 1 Seberuang, Kapuas Hulu.
Baca juga Kerajaan Hulu Aik: Menjaga Warisan, Memelihara Tradisi
Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikan di SMK Budi Luhur Sintang, sebelum akhirnya meraih gelar sarjana dari STKIP PGRI Pontianak. Perjalanan pendidikannya tidak berhenti di situ, karena Lidya juga melanjutkan studinya di Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA) Jakarta.
Lidya selagi imut. Sumber: sp.beritasatu.com |
Selain kesibukannya dalam pendidikan, Lidya juga aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun 2007, ia menjabat sebagai Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Matematika STKIP PGRI Pontianak.
Setahun kemudian, pada tahun 2008, ia menjabat sebagai Wakil Ketua IMK STKIP PGRI Pontianak dan Menteri Agama Katolik BEM STKIP PGRI Pontianak. Selanjutnya, ia terlibat dalam PMKRI Cabang Pontianak, di mana ia menjabat sebagai Bendahara Umum pada tahun 2008-2009, dan kemudian menjadi Ketua Umum pada tahun 2010-2011.
Prestasinya tidak berhenti di tingkat cabang, karena Lidya kemudian terpilih sebagai Bendahara Umum Pengurus Pusat PMKRI dari tahun 2011 hingga 2013. Ia kemudian memegang posisi yang lebih tinggi sebagai Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI dari tahun 2013 hingga 2015.
Baca Samuel Oton Sidin| Uskup Sintang Peraih Kalpataru
Dalam perjalanan hidupnya, Lidya Natalia Sartono telah menunjukkan dedikasi yang luar biasa dalam bidang pendidikan dan organisasi, menjadikannya sosok yang inspiratif bagi banyak orang.
Guru adalah semua oran, sekolah adalah semua tempat
Lidya Natalia Sartono menghabiskan masa kecilnya di pedalaman Kalimantan Barat, di mana hutan dan sungai menjadi bagian dari pemandangan sehari-hari.
Perempuan ini tumbuh dengan kebiasaan berburu bersama orangtuanya di hutan dan terlibat dalam mencari kayu ketika hutan di sekitar rumahnya masih lebat. Namun, ketika harus melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah atas, Lidya pindah bersama orangtuanya ke Sintang, Kalimantan Barat, meninggalkan hutan dan sungai yang dicintainya. Di Sintang, ia melanjutkan pendidikannya di SMK Budi Luhur.
Di Sintang, Lidya terlibat dalam berbagai organisasi dan berkenalan dengan para suster dari Kongregasi Putri Reinha Rosari yang mengajar agama Katolik.
Perkenalan sekaligus pertemuannya dengan para suster ini memicu minatnya dalam mempertimbangkan menjadi seorang biarawati. Sayangnya, orangtuanya tidak merestui cita-cita tersebut. Mereka hanya memberikan pesan agar Lidya mengikuti panggilannya, baik itu menjadi biarawati atau melanjutkan studi di universitas.
Lidya memutuskan untuk mengikuti ujian masuk pendidikan matematika di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Pontianak, Kalimantan Barat, dan memulai kehidupan baru di kota Pontianak. Di sana, selain menjalani studinya, Lidya aktif dalam berorganisasi, termasuk Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) St. Petrus STKIP PGRI Pontianak dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), serta Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pontianak. Ia bahkan terpilih sebagai Bendahara Umum Pengurus Pusat PMKRI pada periode 2011-2013.
Meskipun sibuk dengan aktivitas organisasi, cita-cita Lidya untuk menjadi guru tetap kuat dalam benaknya. Setelah menyelesaikan kuliahnya, pada tahun 2011, Lidya kembali ke kampung halamannya dan mendirikan "sekolah" bagi anak-anak di pedalaman. Ia memberikan pelajaran tambahan secara cuma-cuma dan mengajar berbagai mata pelajaran, dari kelas satu hingga enam. Inisiatif ini sangat diminati oleh anak-anak, terutama dalam mata pelajaran matematika, IPA, dan IPS.
Lidya melihat potensi besar dalam semangat belajar anak-anak di kampungnya, dan ia bermimpi untuk membangun perpustakaan di sana. Meskipun pendidikan formalnya harus berlanjut di Jakarta, di mana ia meraih gelar magister dalam manajemen pendidikan dan pendidikan matematika, hati Lidya tetap terpaut pada pendidikan anak-anak di kampungnya.
Kini di mana hatinya terpaut telah pun memanggilnya. Jalan untuk pulang sudah lempang. Apalagi, di Komisi V DPRD Provinsi, ia bisa memberi yang ia bisa untuk mewujudkan mimpi apa yang dicita-dicita-citakannya. Di sini genaplah pepatah, "if you can dream it, you can reach it". Sebuah ungkapan yang mengandung semangat positif dan inspirasional.
Perempuan lembut tapi tegas ini berkomitmen untuk menjadi seorang guru profesional dan berbagi ilmu yang telah dipelajarinya kepada mereka. Lidya tetap mendedikasikan hidupnya bagi dunia pendidikan dan tidak memilih tempat untuk mengajar, asalkan itu berkontribusi pada perkembangan pendidikan dan membantu setiap orang yang ingin belajar.
Bekerja di Komisi V yang berfokus pada sektor pendidikan, Lidya tetap menunaikan cita-cita sebagai guru. Sebagai biarawati? Mungkin saja, tapi.....*)