Asta Cita dan Nasionalisasi Program Membangun Desa Prabowo-Gibran
Asta Cita, Nasionalisasi, Program Membangun Desa, Prabowo, Gibran
Oleh: Gat Khaleb *
Saat mendaftar di KPU beberapa hari lalu (Rabu (25/10/2023 pukul 10.00 WIB), pasangan calon presiden dan wakil presiden RI 2024-2029 Prabowo-Gibran bukan saja hadir, melainkan juga "menjual" program yang mereka beri nama ASTA CITA.
Saya telah membacanya secara garis besar. Tidak detail. Secara umum, tidak ada yang baru. Namun, cukup menarik untuk diulas.
Sebagian besar sudah sering disebutkan dalam setiap Pilpres dan Pilkada selama ini. Tentu wajar, karena Paslon ini selain memperbaiki, memperbaharui, memang bertujuan melanjutkan program sebelumnya. Misalnya soal hukum, demokrasi, pendidikan, korupsi, HAM, lingkungan, hiliriasi industri, ekonomi hijau, ekonomi syariah, dll.
Namun demikian, pada Asta Cita 6 poin 1-4, ada yg menarik bagi saya, yaitu *Program Membangun Desa. Intinya adalah memperbaiki tata kelola dan pemanfaatan dana desa serta penambahan dana kelurahan.*
Saya yakin, selain saya, pasti banyak orang lain yg punya ketertarikan pada poin ini. Karena poin ini, apabila dilaksanakan dengan sungguh akan bersentuhan langsung dengan masyarakat kelas menengah-bawah yg sebagian besar ada di desa-desa Indonesia.
Akan berdampak besar. Dan ini sesuatu yg sudah lama ditunggu oleh masyarakat di desa-desa. Mereka menunggu negara hadir menyapa mereka dgn pembangunan yg aplikatif, nyata mengubah hidup mereka. Ide pembangunan desa ini sudah mrnjadi perdebatan hangat ketika para Pendiri Bangsa merumuskan Konsep Pembangunan Nasional. Ketika itu mereka mau desa sebagai landasan filisofis, ideal dan operasional pembangunan Indonesia.
Membaca *Program Kerja Prabowo-Gibran* dimaksud di atas, ingatan saya terbawa ke Pilgub Kaltara 2020, soal program pasangan ZIYAP: _Membangun Desa, Menata Kota.
Program yg kala itu sangat menggairahkan. Program yg dipikirkan oleh semua orang menjanjikan perubahan. Program yg mendorong banyak warga Kaltara mendukung dan memilih pasangan ZIYAP (Zaenal - Yansen TP). Program yang mengantar ZIYAP menang telak melawan incumbent saat itu. Incumbent yg saat itu diramalkan banyak orang akan menang lawan siapapun. Tapi kenyataannya terbalik. ZIYAP menang karena magnet program membangun desa oleh pasangan ZIYAP.
Ya, itu sepenggal cerita mimpi tak kesampaian di masa lampau. Mimpi sebagian besar masyarakat Kaltara. Kini Masa amanah ZIYAP akan berakhir dalam hitungan waktu dalam bulan ke depan.
Pilkada sebentar lagi akan berlangsung. Tepatnya Tahun 2024 yang akan datang. Cerita soal Kaltara sampai di situ dan ingatan kita tertuju pada pasangan Prabowo Gibran. Mereka hadir dgn salah satu topik yg sama. Jika Tuhan berkenan dan rakyat Indonesia mendukung mereka, Prabowo-Gibran menang, maka semua program daerah harus mengacu kepada program nasional.
Memang, cerita soal membangun desa ala Kaltara, khususnya Malinau sudah berlalu tanpa cerita. Tapi ingatan kita sebagai warga Kaltara soal program tersebut segera akan diperbaharui dengan kehadiran pasangan Prabowo-Gibran dalam kontestasi Pilpres 2024.
Program membangun desa tertuang dalam visi-misi mereka hampir sama persis dgn Program ZIYAP kala itu, khususnya soal dana kelurahan dan tentu dana desa juga. Tepat kah? Oh sangat tepat. Karena Kaltara telah berhasil menyentuh aspek dasar dari pembangunan itu sendiri. Pembangunan dari bawah. Prabowo-Gibran beriktiar memulainya dari Kelurahan dan Desa. Lebih tepat lagi, jika lokus dan fokunya di RT. Akan lebih hebat lagi.
Menarik bukan? Bakal calon Presiden Indonesia pun memikirkan apa yg Kaltara, khususnya pak Yansen TP pikirkan belasan tahun lalu. Saya mengikuti dgn baik implementasi konsep ini di Malinau tahun 2011, jauh sebelum nasional menjalankannya tahun 2015 dgn lahirnya UU Desa nomor 6 Tahun 2014.
Malinau mulai dengan Program Inovasinya: GERAKAN DESA MEMBANGUN. Dengan orentasi pada RT sebagai lokus dan fokusnya. Mempertegas komitmen pembangunan komunitas (kelompok masyarakat). Pembangunan yang menempatkan RT sebagai pelaku (operator), penyelenggar pemerintahan dan pemangunan desa.
Kembali soal Paslon Prabowo-Gibran, nampanya *model atau konsep pembangunan ala Malinau atau Kaltara akan _"dinasionalisasikan"_ oleh pasangan Prabowo-Gibran.* Hal ini dapat dimaknai bahwa program tersebut baik dan cocok utk Indonesia. Sudah pasti itulah alasan Tim Perumus visi-misi Prabowo-Gibran menjadikannya program.
Tidak ada keraguan lagi. Dalam konteks tata kelola pemerintahan, program tersebut sudah teruji di Malinau 10 tahun dgn tagline Gerdema. Sukses dan mendapat pengakuan dan penghargaan secara nasional, antara lain perbaikan struktur sosial masyarakat dengan menurunnya angka kemiskinan, perbaikan geni rasio, perbaikan IPM yg lebih cepat dari target RPJMD Malinau, pengakuan sebagai pelaku inovasi goverment (pemerintahan), pemenang Lomba Desa Tingkat Nasional dan banyak dampak atau efek baik lainnya.
Kalau program tersebut di atas tidak berjalan di Kaltara, itu soal lain. Soal pengguna mampu atau pemerintahan salah kelolah atau pemegang kebijakan tidak mau memakainya secara konsisten sebagai pijakan perencanaan pembangunan yg tepat dan sesuai dengan kondisi daerah dan bagi masyarakat di Kaltara.
Ibarat teknologi HP (android dan senter), secanggih apapun sebuah HP, apabila diserahkan kepada orang yg tidak tepat, orang yg tidak tahu bagaimana memanfaatkan kecanggihan HP tersebut, tidak berguna apa² juga. Tetap saja fungsinya layaknya HP jadul (HP senter).
Begitu jugalah soal sebuah konsep pembangunan yg baik sebagaimana dalam visi-misi Kaltara: Membangun Desa Menata Kota. Tagline yang sangat impresif. Sangat menjanjikan. Tapi apa daya? konseptor oke, pengguna konsep (user) utama atau pengambil kebijakan dalam konteks tata kelola pemerintahan yang tidak konsisten. Sebuah fenomena umum oleh para pemburu kekuasaan di Indonesia. Konsep penuh janji dan harapan, setelah menang tdk konsisten. Para konseptornya hanya jadi pelengkap penderita saja. Duduk tapi tidak bisa mengawal implementasi konsep baik tersebut. Sebuah kerugian besar bagi rakyat yg memilih, waktupun berlalu. Janji akan datang lagi dengan narasi yg sama bahkan lebih menarik.
Pada akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa konsep atau model pembangunan yg ada dalam visi-misi ZIYAP 2020, bisa sangat aplikatif jika di terapkan secara nasional, karena kondisi riil masyarakat dan wilayah Indonesia tdk jauh berbeda. Sangat tepat untuk mengejar ketimpangan pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan di Indonesia.
Saya yakin, Tim Perumus visi-misi Prabowo-Gibran bukan orang sembarangan. Jumlah mereka pun pasti puluhan orang dengan macam-macam gelar. Sudah terbukti gagasan tersebut sudah di mulai di Malinau belasan tahun lalu dan berhasil melakukan perubahan struktur sosial masyarakat Malinau, khususnya di perbatasan atau pedalaman dan daerah terpencil.
Berawal dari cerita sukses diatas yg menuntun Pak Yansen TP bermimpi menerapkan konsep tersebutbke kab/kota lain di Kaltara tahun 2020, tapi sayang tidak kesampaian karena konsep tersebut berada di tangan orang yang tidak tepat.
Namun demikian, jika Prabowo-Gibran akan menang pada Pilpres 2024 yg akan datang, sudah pasti konsep "membangun desa" akan menjadi kebijakan nasional, juga akan menjadi rujukan semua daerah se-Indoneaia, termasuk Kaltara.
*) Salah seorang aktivis mahasiswa pada perjuangan Reformasi '98, pengamat, dan praktisi politik. Tinggal di Nunukan, Kalimantan Utara.