UPR Mencetak dan Melahirkan Profesor Dayak Terbanyak
PATIH JAGA PATI : Jangan hanya bicara soal KKN dan nepotisme hanya di pemerintahan saja!
Di perguruan tinggi pun, demikian! Hampir musykil, meski pernah ada (Prof. Dr. Thambun Ayang di Universitas Tanjung Pura, Pontianak) di mana Jenjang Jabatan Akademik (JJA) tertinggi, yakni guru-besar (profesor) didapat orang Dayak di luar perguruan tinggi yang Rektornya orang Dayak.
Baca Yetrie : Ensiklopedia Profesor Dayak 2
Lebih tidak mungkin kran profesor dibuka untuk orang Dayak, di mana perguruan tinggi itu bukan mayoritas petingginya orang Dayak.
Prof. Dr. Thambun Anyang kekecualian
Prof. Dr. Thambun Anyang di Universitas Tanjung Pura, Pontianak, adalah kekecualian. Di mana posisi guru besar (profesor) diduduki oleh orang Dayak meskipun Rektor bukanlah orang Dayak.
Baca Prabowo Atau Ganjar Presiden Kita Nanti?
Faktanya, situasi seperti ini mencerminkan tantangan dalam mencapai keadilan dan kesetaraan di dunia akademis. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kasus sukses seperti yang disebutkan, masih ada hambatan untuk memastikan bahwa orang Dayak memiliki akses dan kesempatan yang setara dalam meraih jabatan akademis tinggi.
Kunjungi selingan
Penting untuk terus mendorong transparansi dan akuntabilitas di dalam perguruan tinggi agar kebijakan rekrutmen dan promosi berlangsung adil tanpa memandang suku, ras, atau latar belakang lainnya.
Selain itu, penyadaran terhadap isu-isu ini perlu ditingkatkan di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan agar dapat bersama-sama mencari solusi yang berkelanjutan.
Nepotisme dan politiking di kampus
Menyuarakan perhatian terhadap ketidaksetaraan ini adalah langkah pertama untuk menciptakan perubahan positif. Apakah Anda memiliki ide atau saran spesifik mengenai bagaimana meningkatkan keadilan di lingkungan perguruan tinggi, terutama terkait keseimbangan etnis dalam jabatan akademis?
Baca Usop : Ensiklopedia Profesor Dayak 1
Kampus, sejauh itu menjadi lembaga pendidikan tinggi, juga memiliki dinamika kompleks dan tantangan yang melibatkan politik internal. Kesetaraan yang diinginkan tidak selalu mudah tercapai karena adanya faksi atau kubu-kubu yang mempengaruhi proses keputusan, terutama terkait dengan promosi ke jenjang jabatan akademik tertinggi seperti guru besar atau profesor.
Baca Dayak Tidak Dari Mana Pun, Melainkan Asli Borneo
Keberadaan kubu dan politik internal di perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan di mana pemilihan "kubu" yang tepat bisa menjadi kunci sukses dalam meraih kemajuan karier. Pilihan yang salah, di sisi lain, dapat menghasilkan stigma atau cap negatif yang sulit dihilangkan, bahkan jika kualifikasi akademis dan kinerja sudah seharusnya mencukupi.
Faktor politik kampus dan meritokrasi
Faktor politik ini dapat merugikan proses meritokrasi yang seharusnya menjadi dasar promosi di dunia akademis. Alasannya bisa bervariasi dan mungkin tidak selalu berkaitan dengan kualitas akademis seseorang. Ini bisa mencakup pertimbangan politik, afiliasi kelompok, atau bahkan preferensi personal.
Penting untuk menciptakan lingkungan akademis yang transparan dan mendukung, di mana penilaian karier didasarkan pada prestasi akademis, kontribusi penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Selain itu, perlu adanya upaya untuk mengurangi dampak politik internal yang mungkin menghalangi kesetaraan dan keadilan di dalam kampus. Hal ini dapat melibatkan reformasi kebijakan, pemberdayaan dosen dan peneliti independen, serta peningkatan kesadaran terhadap dampak politik yang mungkin terjadi di dunia akademis.
UPR mencetak dan melahirkan profesor Dayak terbanyak
Dies Natalis Universitas Palangka Raya ke-60 di Aula Rahan Rektorat UPR lt.2 pada tanggal 7 Desember 2023 adalah kesempatan "pamer profesor" Dayak.
Kampus bukanlah surga. Di mana kesetaraan begitu saja bisa didapat. Tidak! Di perguruan tinggi pun, ada kubu. Sarat dengan politiking internal. Salah memilih kubu, dan masuk kereta yang keliru, selamanya menjadi "stigma" tidak akan diloloskan masuk usulan senarai guru-besar. Ada saja alasannya. Meski kum (angka) pengusulan profesor, telah tecapai, bahkan terlampaui.
Satu-satunya universitas negeri yang didominasi orang Dayak sejak berdirinya. Tradisi, rektor hingga jajaran Dekan hingga Kajur serta Kaprodinya, dominan orang Dayak.
Baca Pameran Dan Pentas Seni Budaya Dayak IX Kabupaten Ketapang 2023
Bukan kenapa-kenapa. Itu pembuktian bahwa Dayak bisa menjadi apa saja, profesional bekerja di bidang aja saja!
Dalam ilustrasi tampak Prof. Dr. Eddy Lion, M.Pd.; Prof. Dr. Suriansyah Murhaini, S.H.,M.H.; Prof. Dr. Maria Arina Luardini, M.Pd.; dan mantan Rektor UPR Bpk. Drs. Napa J. Awat, S.U.
Gelar Profesor tidak diberi cuma-cuma, tapi diperjuangkan
Universitas Palangka Raya (UPR). Sejak didirikan pada 10 November 1963, UPR memegang peran penting sebagai perguruan tinggi negeri pertama dan tertua di Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Tujuannya yang mencakup peningkatan sumber daya manusia (SDM) setempat dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) orang Dayak merupakan upaya yang sangat mulia.
Mengandalkan delapan fakultasnya, UPR proaktif dalam menyediakan pendidikan tinggi dan pelatihan berkualitas untuk berbagai bidang studi. Pemilihan dan pembentukan dokter-dokter "Olo Itah" yang tidak hanya kompeten dan berdaya saing tetapi juga memiliki rasa peduli terhadap orang Dayak.
Ketersediaan tenaga-tenaga dokter dan tim medis profesional untuk berkontribusi di tengah masyarakat Kalimantan merupakan langkah positif untuk memberdayakan komunitas lokal.
Semangat untuk meningkatkan IPM dan memberdayakan orang Dayak adalah langkah signifikan dalam mendukung pembangunan wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mencerminkan peran penting perguruan tinggi dalam pengembangan SDM dan kontribusinya terhadap kemajuan sosial dan ekonomi di wilayah setempat.
UPR terus memberikan dukungan dan kesempatan pendidikan yang berkualitas untuk merealisasikan visi dan misinya.
(Masri Sareb Putra)