Drama Penjemputan dan Pengembalian Arbudin Jauhari dan Pemanasan Politik di Sintang
Arbudin Jauhari (tengah, baju merah, berjenggot). |
PATIH JAGA PATI : Ilustrasi narasi ini memperlihatkan Arbudin Jauhari (baju merah, tengah, berjenggot) disambut hamburan beras kuning saat tiba kembali dari penjemputan oleh aparat dari Pontanak. Dijemput aparat, dikembalikan, tidak. Maknanya: kuruuu semangat. Memberi semangat atas jiwanya yang terancam. Mengembalikannya ke keadaan semula.
Begitulah adat basa orang Dayak!
Drama politik
Sebuah drama politik di Kalbar wilayah timur yang mesti dibaca secara di luar peristiwa yang tampak.
Sintang adalah cerminan Kalimantan Barat wiayah timur. Kabupaten ini multikultural. Sarat dengan keberpihakan dan penuh interest. Jika ada umpan, sering disambar cepat. Seperti peristiwa akhir pekan lalu, di mana penolakan kedatangan seseorang yang berujung pada penangkapan dan dilepaskannya dengan segera salah satu tokoh Dayak Sintang, Arbudin Jauhari.
Ada apa gerangan di balik itu semua? Tentu sebuah sebuah dramaturgi yang belum selesai!
Baca Dayak Tidak Dari Mana Pun, Melainkan Asli Borneo
Orang lantas mencium aroma. Bahwa ini adalah "drama politik". Yang harus dibaca bukan yang tampak di permukaan. Ada kait-mengair kepentingan. Ada gerak-tipu dalam langkah politik. Maka harus waspada "membaca" yang tak tampak, dalam sebuah skenario besar politik wilayah Sintang.
Kejadian di Sintang, khususnya penangkapan dan kemudian pembebasan Arbudin Jauhari pada Minggu, 3 Maret 2024, tidak bisa dianggap sebagai insiden sederhana. Di balik peristiwa tersebut, terdapat elemen skenario dan drama politik yang memerlukan pemahaman mendalam.
Pertama-tama, penolakan kedatangan seseorang di Sintang pada Sabtu, 2 Maret 2024, yang berujung pada penangkapan Arbudin Jauhari, jelas merupakan bagian dari permainan politik. Masyarakat Dayak, dengan belarasa dan semangat kesatuan yang kuat, memberikan respons yang tegas terhadap situasi tersebut.
Baca Daud Yordan Raih Suara Terbanyak (Sementara) DPD Kalimantan Barat Tanpa Politik Uang
Penolakan tersebut mungkin saja merupakan bentuk demonstrasi keberatan terhadap kehadiran seseorang yang dianggap memiliki dampak politik tertentu.
Kemudian, penangkapan Arbudin Jauhari dengan cara paksa dan pemaksaan untuk membawanya ke Pontianak menimbulkan banyak pertanyaan. Tindakan ini tidak hanya memiliki dimensi hukum tetapi juga mencerminkan dinamika politik yang terjadi di tingkat regional. Motivasi di balik penangkapan tersebut, termasuk apakah ada tekanan politik atau kepentingan tertentu yang terlibat, harus diinvestigasi lebih lanjut.
Pembebasan Arbudin pada Hari Minggu kemudian menambah kompleksitas situasi. Pembebasan ini dapat dianggap sebagai respons dari tekanan dan tuntutan masyarakat Dayak yang menunjukkan belarasa dan kesatuan mereka.
Adanya ultimatum yang mengancam tindakan jika Arbudin tidak dibebaskan hingga waktu yang ditentukan menciptakan ketegangan politik yang perlu dicermati lebih lanjut.
Membaca skenario di balik drama
Penting untuk membaca peristiwa ini sebagai bagian dari dinamika politik regional yang kompleks. Pergeseran kekuatan, aliansi politik, dan pertarungan kepentingan mungkin menjadi elemen-elemen yang memainkan peran penting di balik peristiwa tersebut. Sebuah skenario politik yang rumit dan drama di tingkat lokal yang melibatkan masyarakat, tokoh politik, dan pihak berkepentingan lainnya bisa menjadi inti dari apa yang terlihat di permukaan.
Dengan demikian, penafsiran terhadap peristiwa ini harus mencakup pemahaman yang lebih luas tentang konteks politik dan sosial lokal, serta menggali kemungkinan skenario yang mungkin terjadi di belakang layar.
Menjalani kehidupan di rumah panjang memperkuat rasa belarasa dan semangat kesatuan serta persatuan di kalangan masyarakat Dayak. Untuk diketahui bahwa populasi Dayak direngarai tidak kurang dari 8 juta. Terdiri atas 7 stammenras (rumpun besar) dengan 405 subsuku (Lontaan, 1975: 47 - 64).
Kehidupan bersama ini menciptakan ikatan yang erat di antara anggota komunitas, di mana setiap individu merasakan tanggung jawab kolektif terhadap keberlangsungan dan keharmonisan kelompok.
Baca Gelegar Sumpah Patih Wilyo
Ketika salah satu anggota dihadapkan pada ancaman atau serangan, yang lainnya bersatu untuk memberikan dukungan dan pertolongan. Kebersamaan ini menjadi lebih nyata dan terwujud dalam berbagai kasus yang telah terjadi, seperti di Sanggau Ledo, Sambas, Sampit, dan yang terakhir, kasus pelecehan dengan kata-kata yang mengandung stereotip merendahkan, "Kalimantan tempat jin buang anak".
Kasus-kasus tersebut bukan sekadar permasalahan individu, melainkan menjadi permasalahan seluruh komunitas Dayak.
Solidaritas yang tumbuh dari kehidupan di rumah panjang tidak hanya menciptakan jalinan emosional di antara mereka, tetapi juga memupuk semangat untuk saling membantu dan melindungi hak serta kehormatan satu sama lain. Rasa belarasa ini menjadi pondasi kuat bagi kesatuan dan persatuan masyarakat Dayak, di mana mereka bersama-sama menghadapi tantangan, baik dari dalam maupun dari luar komunitas.
Peristiwa pelecehan dengan kata-kata yang merendahkan tersebut memberikan contoh nyata bagaimana masyarakat Dayak melihat ancaman atau cemoohan terhadap satu anggota sebagai serangan terhadap seluruh kelompok. Mereka tidak hanya menanggapi sebagai individu terkena dampak, tetapi merasa perlu untuk bersama-sama menegakkan kehormatan dan martabat Dayak sebagai suatu keseluruhan.
Dayak akan bersatu, kompak, dan solid manakala ada ancaman akan eksistensi dirinya secara keseluruhan.
Bibit persatuan dan kestuan Dayak ini ternaman sejak lama. Dan telah menjadi SPIRIT DAYAK. Secara naluri, atau insting, sesama Dayak akan datang dari berbagai penjuru Borneo untuk membantu dan melepaskan saudaranya yang disakiti.
Dalam konteks ini, dapat disimpulkan bahwa kehidupan di rumah panjang bukan hanya membangun rumah fisik, tetapi juga menciptakan rumah bagi nilai-nilai solidaritas, belarasa, dan semangat kesatuan yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak.
Semangat belarasa, persatuan, dan kesatuan dalam membela harkat dan kehormatan kaumnya sangat jelas terlihat dalam tindakan masyarakat Dayak terhadap saudaranya, Arbudin Jauhari, yang dipaksa oleh petugas untuk dibawa ke Pontianak. Masyarakat Dayak memberikan respons yang tegas, menunjukkan komitmen mereka terhadap solidaritas dan nilai-nilai kehormatan.
Skenario yang putus jadi jelas bersambung
Mereka memberikan ultimatum dengan jelas, menyatakan bahwa jika Arbudin Jauhari tidak kembali hingga jam 11 hari Minggu, tanggal 3 Maret 2024, maka akan diambil tindakan. Pesan ini mencerminkan tekad dan kebulatan tekad masyarakat Dayak untuk melindungi kehormatan dan martabat anggota komunitas mereka. Tindakan ini juga mencerminkan keberanian dan kepedulian mereka terhadap saudara mereka yang dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari kelompok mereka/
Dalam drama yang melibatkan penolakan di Sintang dan peristiwa penjemputan serta pelepasan Arbudin Jauhari yang terjadi belakangan ini, terlihat jelas bahwa massa mengalami pecahan konsentrasi. Setiap peristiwa tampaknya terkait satu sama lain, membentuk paket peristiwa yang kompleks dan saling terkait.
Namun, di tengah riuh rendah peristiwa tersebut, tampak satu kekuatan di Sintang yang memilih untuk diam, tanpa memberikan respons atau reaksi publik. Sikap diam ini, yang tampaknya sengaja diambil, bisa jadi merupakan bagian dari strategi politik yang unik.
Sikap diam tersebut mungkin memiliki makna sebagai langkah hati-hati dalam membaca dinamika politik lokal. Kekuatan yang memilih untuk tidak bersuara bisa saja tengah melakukan observasi, menilai perkembangan situasi, dan mencerna respon masyarakat serta pihak-pihak terkait.
Dalam konteks strategi politik, sikap diam juga bisa mencerminkan pendekatan "menunggu dan melihat," di mana kekuatan tersebut memberikan diri mereka fleksibilitas untuk menentukan posisi atau langkah selanjutnya setelah memahami secara mendalam implikasi politik dari setiap tindakan.
Diamnya sebuah kekuatan di Sintang bisa menjadi bagian dari taktik diplomasi, di mana mereka mencari ruang untuk berkomunikasi dan bernegosiasi tanpa terlibat secara terbuka. Sikap ini dapat memberikan mereka keuntungan dalam menjalankan langkah-langkah strategis tanpa memberikan petunjuk jelas kepada pihak lain.
Sikap diam di tengah drama politik Sintang kemungkinan merupakan strategi yang dipilih dengan pertimbangan matang, memungkinkan kekuatan tersebut untuk bergerak sesuai kepentingan mereka sendiri dan memberikan respons yang paling tepat sesuai dengan perkembangan situasi yang terus berubah.
Respons Dayak cerminan belarasa tinggi
Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa respons ini mencerminkan budaya dan nilai-nilai yang mendalam di kalangan masyarakat Dayak, dan bahwa keteguhan dalam mempertahankan integritas kelompok menjadi prioritas utama. Hal ini juga menunjukkan pentingnya keberagaman budaya di Indonesia dan perlunya pemahaman yang lebih mendalam terhadap nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat setempat.
Masyarakat Dayak, sebagai penduduk asli Borneo, telah hadir sejak 40.000 tahun yang lalu, tercatat dalam sejarah di Gua Niah, Miri. Kehadiran mereka begitu unik dengan kekayaan budaya dan tradisi yang khas. Kesatuan, persatuan, dan rasa solidaritas di antara mereka mencapai tingkat yang sangat tinggi, terutama dalam menghadapi ancaman terhadap kehormatan, kelompok klan, serta nilai-nilai budaya yang dijaga, sejauh juga ancaman dari luar.
Fenomena ini tampak jelas dalam berbagai kasus yang terjadi di beberapa wilayah seperti Sanggau Ledo, Sambas, dan Sampit. Masyarakat Dayak memiliki kepedulian yang kuat terhadap nilai-nilai kehormatan, identitas klan, dan prinsip naba baik (prinsip keadilan dan kebenaran). Mereka bersatu dan bersama-sama mengatasi tantangan dan ancaman, baik yang berasal dari dalam masyarakat mereka sendiri maupun dari luar.
- Rangkaya Bada