Kesaksian Lukas Tingkes: Kiat Tjilik Riwut Mengangkat Pejabat
Penulis (kanan) wawancara mendalam dengan Lukas Tingkes, ajudan Tjilik Riwut yang kemudian menjadi walikota Palangka Raya. |
"Kamu jadi camat!" kata Tjilik Riwut kepada seorang yang dianggapnya cakap, setelah mendengar tutur kata dan memperhatikan gaya bicaranya.
Demikian cara Tjilik Riwut mengangkat dan menunjuk aparat dan pejabat waktu itu. Hal yang mengagumkan, pilihannya tidak pernah keliru. Para pejabat itu mampu menunaikan tugasnya.
Kamu jadi....
Ketika berkunjung ke suatu desa, di mana pada saat itu pemimpinnya belum ada. Begini, kata Lukas Tingkes menirukan gaya Tjilik Riwut "Kamu jadi kepala desa!"
"Kamu jadi kepala sekolah!"
"A... kamu yang tadi amat sangat lancar sekali pidato. Kamu jadi Juru Penerang!"
"Yang itu, mantri polisi. Yang pandai ngatur-ngatur orang tadi!"
"Nah.... kamu yang tadi pinter membangun sawah, waktu saya kunjungan. Bikin orang Dayak juga bersawah, selain berladang. Kamu jadi mantri tani!"
Saat itu, begitu saja kiat mengangkat pejabat. Berdasar kepada intuisi. "Beberapa waktu kemudian, untuk tertib-administrasi, baru dibuatkan berluit (surat keputusan)," terang Tingkes.
Dari mana kisah unik, tentang kiat Riwut mengangkat pejabat untuk mengisi pos di pemerintahan, selama ia menjadi Gubernur Kalimantan Tengah (1958-1967).
Dari ajudannya, Lukas Tingkes. Seminggu saya wawancara saksi hidup sejarah berdirinya Kalimantan Tengah ini. Menggali informasi. Bukan hanya seputar Rencana Presiden Soekarno memindahkan ibukota negara RI ke Palangka Raya, melainkan pula detail tentang sang Topan kecil, Tjilik Riwut (topan besarnya Bung Karno).
Riset Bundaran HI, Jakarta
"Saya diperintahkannya (Tjilik Riwut) ke Bundaran Hotel Indonesia. Duduk berjam-jam di sana, dari pagi sampai sore. Menghitung berapa kendaraan yang lewat, tiap jam. Dan mencatatnya, sebagai laporan," terang Tingkes.
"Nantinya, hasil laporan saya diujudnyatakan. Bundaran mirip HI, dibangun depan istana Gubernuran sekarang, Isen Mulang," imbuh sang ajudan.
Menurut Tingkes, Riwut dan Bung Karno sahabat dekat. Visi keindonesiaan mereka, sama. Bung Karno ingin memindahkan ibukota negara Indonesia ke Borneo. Riwut menyambutnya dengan sukacita.
"Yang satu darah Jawa-Bali, satunya Dayak. Namun, semuanya Indonesia," papar Tingkes. Sembari menjelaskan. Bahwa satu-satunya Palangka Raya yang dirancang tata kotanya, sebelum semua warga dan bangunan ada.
"Makanya jalannya lebar-lebar. Rumah penduduk jauh dari jalan raya. Lega. Sungguh lapang. Mereka, Bung Karno dan Riwut, pemimpin yang punya visi," trang walikota Palangka Raya periode 1983–1988 ini. (Rangkaya Bada)
sumber gambar:
1. Inset: dokumen istimewa keluarga TjR.
2. Saya menggali dari sumur Lukas Tingkes.