Tjilik Riwut: Terlalu Jika Orang Dayak tak Mengenal Pahlawannya
Tjilik Riwut. Ist. |
Terlaluuu jika orang Dayak tak mengenal pahlawannya. Salah satu di antara sekian pahlawan nasional suku bangsa Dayak adalah Tjilik Riwut.
Siapa Tjilik Riwut?
Tjilik Riwut dilahiran di Kasongan,
Katingan, Kalimantan Tengah pada 2 Februari 1918. Siapa pun mengatahui bahwa
Riwut seorang tokoh perjuangan kemerdekaan yang berasal dari Kalimantan.
Meski dikenal sebagai pejuang kemerdekaan di bidang militer, sebenarnya perjuangan Riwut diawali dari pers. Ia menempuh sekolah perawat di Bandung dan Purwakarta.
Pada 1940, Tjilik
menjadi pemimpin redaksi majalah Pakat Dayak dan Suara Pakat. Dia
juga Koresponden Harian Pemandangan yang dipimpinan M. Tambrani dan
Harian Pembangunan yang dipimpinan Sanusi Pane. Pegulatan di bidang
tulis menulis ini membuatnya berkenalan dengan perjuangan kemerdekaan.
Pada masa pendudukan Jepang, Tjilik
direkrut untuk mengumpulkan data-data seputar keadaan Kalimantan demi
kepentingan militer Jepang. Ia menggunakan kesempatan ini untuk membangun
jaringan, komunikasi, dan mengkoordinasi suku-suku di pedalaman. Semua itu
kelak, pada Perang Kemerdekaan, menjadi modal baginya untuk menyatukan kekuatan
rakyat.
Riwut adalah rombongan kedua Tentara Ekspedisi 96 yang masuk bumi Kalimantan dari Jawa menghadapi kompeni Belanda. Bahkan, Riwut memimpin operasi penerjunan Pasukan Payung yang pertama dalam sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada 17 Oktober 1947.
Penerjunan itu terjadi di Desa Sambi, Pangkalanbun, Kalimantan Tengah, dengan
pasukan MN 1001 Brigade Mobil.
Hari jadi Pasukan Khas TNI-AU
Yang menarik, dan karena itu menjadi bernilai sejarah, peristiwa penerjunan tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Pasukan Khas TNI-AU. Pada waktu itu, Pemerintah RI berkedudukan di Jogjakarta. Tjilik Riwut ketika itu berpangkat Mayor TNI. Pangkat terakhir Riwut dalam dunia militer ialah Marsekal Pertama Kehormatan TNI-AU.
Riwut salah seorang tokoh yang
mewakili 142 suku Dayak di pedalaman Kalimantan sekitar 185.000 orang, yang
menyatakan diri setia pada Republik Indonesia. Mereka melaksanakan Sumpah Setia
dengan upacara adat leluhur suku Dayak kepada pemerintah Republik Indonesia
pada 17 Desember 1946 di Gedung Agung, Jogjakarta. Di Bidang Politik, Riwut
pernah menjadi seorang anggota KNIP (1946 – 1949).
Wedana di Sampit
Setelah perang, Riwut merintis
karier di bidang politik. Pada 1950, Riwut menjadi Wedana di Sampit, Kalimantan
Tengah. Dia kemudian menjadi Bupati Kotawaringin Timur 1951-1956 sebagai Bupati
Kepala Daerah Swantara Tk. II Kotawaringin Timur.
Riwut kerap mengemban beberapa
tugas jabatan berbeda dalam rentang waktu yang sama. Misalnya, 1957, residen
kantor persiapan/pembentukan daerah swantara TK 1 Kalimantan Tengah di
Banjarmasin.
Pada 1958, ayah 5 anak ini menjadi residen pada pemerintahan swantara Tingkat 1 Kalimantan Tengah. Pada 1958-1959 menjadi Penguasa/Pemangku Jabatan Gubernur Kepala Daerah Swantara Tingkat I Kalimantan Tengah.
Pada 1957-1959 Riwut juga Anggota Dewan Nasional RI.
Selanjutnya, menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan
Tengah pertama pada 1959-1967.
Membangun hutan di sekitar Desa Pahandut
Konstribusinya bagi pembangunan
nasional dan Kalimantan Tengah pada khususnya tidak diragukan lagi. Riwut
memimpin, mendirikan, dan membangun hutan di sekitar Desa Pahandut menjadi Kota
Palangka Raya, Ibukota Kalimantan Tengah.
Riwut tutup usia pada 17 Agustus
1987. Beliau pantas mendapatkan kehormatan. Jasadnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Sanaman Lampang, Palangka Raya.
Pada 1998 Presiden RI menganugerahkan
Bintang Mahaputra Adipradana dan Gelar Pahlawan Nasional bagi Tjilik Riwut.
Riwut juga dikenal sebagai pemikir, penulis, dan peletak dasar pembangunan bagi etnis Dayak melalui beberapa buku. Narasi tersendiri yang akan diulas pada konten yang akan datang.
-- Rangkaya Bada